Thursday, September 18, 2008

Palestina, Bagaimana Engkau Kini?

  A woman told the cloud: cover my beloved

  For my clothing is drenched with his blood.

  If you are not rain, my love

  Be tree, sated with fertility, be tree

  If you are not tree, my love

  Be stone, saturated with humidity, be stone

  If you are not stone, my love

  Be moon, in the dream of the beloved woman, be moon.

  (So spoke a woman to her son at his funeral) 

  Petikan puisi diatas merepresentasikan kesengsaraan Bangsa Palestina dibawah kebejatan penjajahan Israel. Sudah enam puluh tahun lebih, Bangsa Yahudi lewat propaganda Zionismenya, menindas dan mengusir Bangsa Palestina dari tanah airnya. Ratusan bahkan ribuan rakyat Palestina telah menjadi korban kebejatan dari kecongkakan dan keserakahan Yahudi. Tidak hanya muslim, tetapi juga muslimah dan anak-anak Palestina, yang disiksa, dianiaya, dan dibunuh secara keji dan tidak manusiawi.

  Sejak Bangsa Yahudi melakukan invasi ke tanah para nabi ini, tatanan kehidupan Bangsa Palestina di berbagai bidang, seperti ekonomi, sosial masyarakat, budaya, politik, yang tadinya masih rapuh menjadi semakin parah dan hancur luluh lantak. Kondisi ekonomi dan sosial masyarakat yang amat menyedihkan, wilayah teritorial yang semakin menyempit, dan perpecahan internal Bangsa Palestina, mewarnai sejarah perjalanan panjang Palestina dalam memperjuangkan hak mereka melawan kekejaman rezim zionis Israel. Berikut sekilas perkembangan tatanan kehidupan Palestina di bawah jajahan Israel selama enam puluh tahun.

Perjuangan Politik untuk Kebebasan

  Sudah sejak dari awal penjajahan Israel, Bangsa Palestina, dibantu bangsa Arab lainnya, berjuang untuk mempertahankan haknya melalui peperangan. Namun, dikarenakan oleh bantuan dari AS, perlawanan Bangsa Palestina selalu mengalami kegagalan dan wilayah yang dikuasainya malah semakin menyempit. Hingga kini setelah melalui berbagai macam petempuran, Bangsa Palestina hanya menempati Jalur Gaza dan sebagian Tepi Barat. PBB yang dianggap sebagai representasi dari dunia internasional seolah kehilangan fungsinya. Berbagai resolusi DK PBB dan pakta-pakta internasional dianggap angin lalu oleh Israel. Di tengah semua kemelut ini, terjadi perpecahan di tubuh Bangsa Palestina, antara Hamas yang radikal dan Fatah yang lebih moderat. Konflik tersebut dipicu oleh Perjanjian Oslo (yang mengakui berdirinya Israel sebagai negara yang sah) yang secara sepihak disetujui oleh PLO tanpa pertimbangan Hamas.

  Proses damai antara Palestina dan Israel terus berlangsung, dari mulai perjanjian Oslo, Pertemuan Kamp David, dan inisiatif-inisiatif perdamaian lainnya.Hingga beberapa waktu lalu ada secercah harapan pengembangan dari proses damai sebelumnya (yang disebut kesepakatan Peta Jalan Damai), yaitu dengan memberikan wilayah teritorial Palestina sebelum pertempuran tahun 1967 dan menarik semua tentara Israel di wilayah tersebut. Wilayah tersebut adalah Tepi Barat, Jalur Gaza, dan Yerusalem Timur sebagai ibukota Palestina. Namun, pihak Israel yang telah menyetujui kesepakatan tersebut secara ironi karena ketamakannya melanggar kesepakatan tersebut. Israel telah berjanji dalam kesepakatan itu untuk menghentikan pembangunan pemukiman termasuk menghancurkan sejumlah pos-pos pemeriksaan di wilayah pendudukannya di Tepi Barat, tetapi Israel malah dengan sengaja membuka tender bagi pembangunan pemukiman baru dan menambah jumlah pos-pos pemeriksaan baru sebagai ganti dari pos-pos yang telah mereka hancurkan.

Stagnansi Perkembangan Ekonomi

  Dari catatan Bank Dunia, disebutkan bahwa pertumbuhan perekonomian Bangsa Palestina ketika dijajah oleh Israel tidak jauh berbeda dari ketika masih dibawah kontrol Inggris. Bahkan, apabila diliat indikator ekonomi lainnya (seperti tingkat pengangguran), kondisi ekonomi dibawah jajahan Israel lebih buruk. Sejumlah laporan mengungkapkan tentang meningkatnya penderitaan yang dialami oleh ribuan keluarga di Tepi Barat dan Jalur Gaza akibat kekejaman Israel hingga menyentuh kepada hal-hal mendasar dalam kehidupan.

  Kondisi ekonomi yang sudah hancur itu menjadi semakin parah ketika parpol miltan Hamas memenangkan pemilu legislatif pada tahun 2006. Sumber keuangan, yang berasal dari alokasi penerimaan pajak dari rakyat Palestina yang dipungut oleh Israel, dihentikan. Kucuran-kucuran dana dari kelompok negara kuartet (AS, Rusia, PBB dan Uni Eropa) dihentikan sampai pemerintahan Hamas mengakuikedaulatan negara Israel. Dalam kuun waktu itu, sumber keuangan untuk membiayai pemerintahan berasal dari bantuan negara-negara Timur Tengah, Lembaga Islam serta tokoh perseorangan yang bersimpati dengan perjuangan negara ini.

  Awal 2008 lalu, sudah ada secercah harapan akan adanya kemungkinan perbaikan kondisi ekonomi dengan adanya konferensi donor internasional yang menjanjikan lebih dari US $7.7 miliar bantuan pada pemerintah Palestina. Namun, bantuan tersebut akan sia-sia belaka jika pemerintah Israel terus melakukan blokade di Jalur Gaza. Melihat kemunafikan dan ketamakan Israel selama ini, tidak diragukan bahwa Israel akan berusaha untuk menghalangi pemulihan ekonomi Palestina.

Keprihatinan Sosial Masyrakat dan Tumbuhnya Budaya

  Senada dengan keadaan ekonomi yang porak poranda, kondisi sosial masyarakat Palestina pun sangat menyedihkan. Rakyat Palestina di sepanjang Jalur Gaza dan Tepi Barat mengalami penderitaan baik secara fisik maupun batin. Penderitaan fisik rakyat palestina tidak hanya berasal dari kemiskinan yang merajarela, tetapi juga berasal dari penyiksaan, penteroran, dan penganiayaan setiap hari. Pejuang lelaki palestina dibantai dan dibunuh dengan cara yang keji, perempuan palestina dilecehkan oleh tentara Israel, anak-anak palestina dipenjara dan diperlakukan seperti binatang.

  Hasil dari tempaan perjuangan melawan zionis telah melahirkan generasi pejuang kebudayaan melalui berbagai macam bentuk karya seni. Karya seni dijadikan sebagai media pengobar semangat perjuangan. Banyak lukisan yang menggambarkan perjuangan melawan Israel yang membangkitkan semangat juang para syuhada untuk tetap berjuang. Para sastrawan lahir mengobarkan semangat perjuangan dengan puisi dan karya sastranya yang epik. Seperti puisi karya Mahmoud Darwish berjudul yang berjudul ”Under Siege” diatas, yang mengkisahkan kesedihan seorang perempuan yang kehilangan putranya dalam gempuran zionis Israel.

 Itulah gambaran warna kehidupan yang mengiringi perjuangan Bangsa Palestina selama enam dekade melawan zionisme Israel. Begitu banyak kepedihan dan penderitaan yang dialami Bangsa Palestina. Kita patut bersyukur kejadian itu tidak menimpa Indonesia dan berusaha semampu kita untuk dapat membantu mengurangi penderitaan mereka. Karena penderitaan rakyat Palestina merupakan penderitaan kita semua sebagai sesama muslim sebagaimana yang disampaikan Rosul, bahwa satu muslim dengan muslim yang lainnya adalah bagaikan satu tubuh, satu bagian terluka, maka sekujur tubuh merasakan sakitnya. Semoga Allah SWT membalas amal perbuatan kita. Amin. (Yanuar) 

No comments: