Perkembangan ekonomi islam di dunia, termasuk Indonesia, dalam beberapa dasawarsa ini telah menunjukan perkembangan yang luar biasa. Hal tersebut dapat dilihat dari semakin banyaknya lembaga-lembaga ekonomi, baik keuangan maupun non-keuangan, yang mulai menerapkan prinsip-prinsip syariah dalam kegiatan operasionalnya. Ekonomi islam dijadikan sebagai alternatif lain dari kegagalan ekonomi konvensional, seperti ekonomi kapitalis dan sosialis. Untuk itu, alangkah baiknya kita, sebagai seorang muslim dan civitas akedemika, mengenal dan memahami ekonomi islam untuk menambah khasanah pengetahuan kita.
Ekonomi Islam
Secara harafiah, ekonomi islam dapat diartikan sebagai sebuah sistem aktivitas manusia yang berhubungan dengan pengelolaan harta benda manusia dengan dilandasi prinsip-prinsip islam yang terdapat di dalam Al-Qur’an, Al- Hadist serta sumber hukum Islam lain yang sejalan dengan Al-Qur’an dan Al-Hadist, seperti Ijma’ dan Qiyas.
S.M Hasanuzzaman mendefiniskan ekonomi islam dalam makalahnya yang berjudul Definition of Islamic Economics sebagai berikut: "Ekonomi Islam adalah pengetahuan dan penerapan perintah-perintah dan tata cara yang ditetapkan oleh syariat, dengan tujuan mencegah ketidakadilan, dalam penggalian dan penggunaan sumber daya material, guna memenuhi kebutuhan manusia, yang memungkinkan mereka melaksanakan kewajiban kepada Allah SWT dan masyarakat."
Dalam konsepnya, ekonomi islam memandang bahwa masalah utama ekonomi yang utama bukanlah bagaimana untuk memproduksi barang dan jasa, seperti pandangan ekonomi kapaitalis, melainkan bagaimana pendistribusi barang dan jasa tersebut di tengah-tengah manusia. Mengapa bisa demikian? sebab menurut pandangan ekonomi islam, produksi barang dan jasa adalah masalah yang mudah untuk diselesaikan dengan akal manusia sedangkan dalam proses pendistribusian barang dan jasa sering terjadi pertentangan, konflik, penyelewengan, dan keserakahan antarmanusia yang berujung pada ketidakadilan distribusi tersebut. Unsur fundamental yang membedakan ekonomi islam dari yang lainnya, yaitu bahwa ekonomi Islam bersifat robbani , menjunjung tinggi etika dan moral, menghargai hak-hak kemanusiaan dan bersifat modera Ekonomi islam memiliki tiga asas atau pilar utama yaitu:
Kepemilikan (al-milkiyah)
Dalam pandangan ekonomi islam, kepemilikan ada tiga jenis, yaitu
a) kepemilikan individu
Ekonomi islam mengakui adanya kepemilikan individu terhadap suatu benda tanpa dibatasi kuantitas asalkan cara memperolehnya sesuai dengan ketentuan syariat.
b) kepemilikan umum
Ekonomi islam mengatur kepemilikan bersama terhadap suatu benda yang bermanfaat bagi banyak orang. Yang termasuk benda ini adalah benda kebutuhan bersama (air, hutan, BBM), alam dan fasilitas umum, barang tambang.
c) kepemilikan negara
Pemanfaatan Kepemilikan (at-tashorruf fil milkiyah)
Ekonomi islam mengatur tata cara pengunaan harta miliknya sesuai dengan syariat islam. Meliputi dua kegitan, yaitu konsumsi dan produksi.
Distribusi Kekayaan (tauzi’u tsarwah baynannas)
Ekonomi islam mengatur pendistribusian harta sesuai dengan syariat. Distribusi dalam islam tidak hanya bertumpu motif ekonomi saja tetapi juga lebih megutamakan motif untuk meraih pahala yang sebanyak-banyaknya.
Sebagai seorang muslim, kita harus meyakini bahwa ekonomi Islam adalah solusi yang tepat atas kegagalan ekonomi, baik ekonomi sosialis, yang hanya dapat melahirkan manusia-manusia yang bermental peminta-minta dan pemalas, sehingga pada gilirannya terbukti mengakibatkan kehancuran suatu bangsa, atau ekonomi kapitalisme, yang memberikan keleluasaan mutlak atas kepemilikan tanpa dibarengi dengan asas keadilan sehingga menciptakan kemiskinan di berbagai belahan dunia.
Perkembangan Ekonomi Islam
Banyak orang awam mengira bahwa ekonomi islam adalah sesuatu baru yang muncul beberapa dekade yang lalu sebagai ekonomi solusi dari ekonomi sosialis yang tidak popular dan ekonomi kapitalis yang sarat ketidakadilan. Padahal, ekonomi islam sudah mulai berkembang berabad-abad sebelum aliran ekonomi klasik yang diusung olah Adam Smith muncul. Secara garis besar terdapat tiga tahap perkembangan ekonomi islam:
Masa Pertumbuhan dan Keemasan (450 M -1500 M)
Masa pertumbuhan terjadi pada awal masa berdirinya negara Islam di Madinah. Kemudian setelah terjadi beberapa perkembangan dalam kegiatan ekonomi, para ulama mulai meletakkan kaidah-kaidah bagi dibangunnya sistem ekonomi Islam di sebuah negara atau pemerintahan. Kaidah-kaidah ini mencakup cara-cara bertransaksi (akad), pengharaman riba, penentuan harga, hukum syarikah (PT), pengaturan pasar dsb. Banyak ulama dan ilmuwan islam membahas tentang prinsip-prinsip ekonomi islam, seperti Abu ‘Ubayd, Ibn Khaldun, al-Ghazali.
Masa Kemunduran (1500 - 1950 M)
Dalam masa ini terjadi stagnasi perkembangan ekonomi islam. Hal tersebut disebabkan dari runtuhya kekhalifahan islam yang digantikan oleh munculnya kerajaan-kerajaan Imperialis, yang mengusung ekonomi konvensional, baik itu sosialis, kapitalis, klasik, ataupun neoklasik.
Masa Kesadaran Kembali (1950 M - Sekarang)
Konsep ekonomi islam muncul kembali di tengah umat muslim setelah kegagalan ekonomi konvensional untuk membuat seluruh umat sejahtera (ditandai dengan adanya ketimpangan antar negara kaya dan negara msikin) dan juga kesadaran kembali mereka akan ketidaksesuaian ekonomi konvensional dengan prinsip-prinsip islam. Dimulai dari diselenggarakannya Konferensi International Ilmu Ekonomi Islam I di Mekkah pada Februari 1976, ekonomi islam telah dan terus berkembang secara signifikan. Perkembangan tersebut dapat dilihat dari banyaknya institusi dan produk ekonomi yang sudah bernafaskan islam (seperti perbankan, asuransi, dan pasar modal syariah, lembaga keuangan mikro syariah (BMT), sukuk, dll) di banyak negara, baik negara muslim maupun nonmuslim. Bahkan akhir-akhir ini telah dibentuk dewan zakat di regional asia tenggara.
Selain dari segi teknis penerapan, ekonomi islam juga berkembang dalam tataran akademis. Banyak forum dan konferensi internasional yang membahas tentang reformulasi ekonomi islam guna menghadapi tantangan ekonomi dunia saat ini, seperti Forum Ekonomi Islam Dunia (WIEF) yang telah terselenggara empat kali. Dengan adanya ekonom islam, ukhuwah diantara negara muslim atau mayoritas muslim terjalin dalam organisasi internasional, seperti OIC, ICCI, dan ICDT.
Dari dalam negeri, perkembangan ekonomi islam sudah dimulai sejak tahun 70-an. Namun perkembangan mulai marak pada dekade 90-an. ketika terbentuk Bank Muamalah. Di bidang praktis, ekonomi islam sudah diterapkan dalam banyak institusi, pasar, dan instrumen ekonomi. Hadirnya prinsip-prinsip islam di tengah ekonomi Indonesia telah terbukti mendukung sektor riil dan membawa angin segar bagi perekonomian.
Sedangkan dalam tataran akademis, ekonomi islam telah berkembang secara signifikan. Terbukti dari terbentuknya organisasi IAEI, yang terus melakukan kajian-kajian serius seputar perkembangan ekonomi Islam, dan juga dari dibukanya prodi ekonomi islam di beberapa universitas serta kuliah-kuliah informal ekonomi islam di beberapa perguruaan tinggi, termasuk di kampus kita tercinta. Uraian diatas adalah sekilas mengenai ekonomi islam, bagi yang berminat untuk lebih memahami ekonomi islam dapat mengunjungi perpustakaan SEF atau mengikuti kuliah informal ekonomi islam (KnKEI) apabila nanti telah dibuka. (Yanuar)
Ekonomi Islam
Secara harafiah, ekonomi islam dapat diartikan sebagai sebuah sistem aktivitas manusia yang berhubungan dengan pengelolaan harta benda manusia dengan dilandasi prinsip-prinsip islam yang terdapat di dalam Al-Qur’an, Al- Hadist serta sumber hukum Islam lain yang sejalan dengan Al-Qur’an dan Al-Hadist, seperti Ijma’ dan Qiyas.
S.M Hasanuzzaman mendefiniskan ekonomi islam dalam makalahnya yang berjudul Definition of Islamic Economics sebagai berikut: "Ekonomi Islam adalah pengetahuan dan penerapan perintah-perintah dan tata cara yang ditetapkan oleh syariat, dengan tujuan mencegah ketidakadilan, dalam penggalian dan penggunaan sumber daya material, guna memenuhi kebutuhan manusia, yang memungkinkan mereka melaksanakan kewajiban kepada Allah SWT dan masyarakat."
Dalam konsepnya, ekonomi islam memandang bahwa masalah utama ekonomi yang utama bukanlah bagaimana untuk memproduksi barang dan jasa, seperti pandangan ekonomi kapaitalis, melainkan bagaimana pendistribusi barang dan jasa tersebut di tengah-tengah manusia. Mengapa bisa demikian? sebab menurut pandangan ekonomi islam, produksi barang dan jasa adalah masalah yang mudah untuk diselesaikan dengan akal manusia sedangkan dalam proses pendistribusian barang dan jasa sering terjadi pertentangan, konflik, penyelewengan, dan keserakahan antarmanusia yang berujung pada ketidakadilan distribusi tersebut. Unsur fundamental yang membedakan ekonomi islam dari yang lainnya, yaitu bahwa ekonomi Islam bersifat robbani , menjunjung tinggi etika dan moral, menghargai hak-hak kemanusiaan dan bersifat modera Ekonomi islam memiliki tiga asas atau pilar utama yaitu:
Kepemilikan (al-milkiyah)
Dalam pandangan ekonomi islam, kepemilikan ada tiga jenis, yaitu
a) kepemilikan individu
Ekonomi islam mengakui adanya kepemilikan individu terhadap suatu benda tanpa dibatasi kuantitas asalkan cara memperolehnya sesuai dengan ketentuan syariat.
b) kepemilikan umum
Ekonomi islam mengatur kepemilikan bersama terhadap suatu benda yang bermanfaat bagi banyak orang. Yang termasuk benda ini adalah benda kebutuhan bersama (air, hutan, BBM), alam dan fasilitas umum, barang tambang.
c) kepemilikan negara
Pemanfaatan Kepemilikan (at-tashorruf fil milkiyah)
Ekonomi islam mengatur tata cara pengunaan harta miliknya sesuai dengan syariat islam. Meliputi dua kegitan, yaitu konsumsi dan produksi.
Distribusi Kekayaan (tauzi’u tsarwah baynannas)
Ekonomi islam mengatur pendistribusian harta sesuai dengan syariat. Distribusi dalam islam tidak hanya bertumpu motif ekonomi saja tetapi juga lebih megutamakan motif untuk meraih pahala yang sebanyak-banyaknya.
Sebagai seorang muslim, kita harus meyakini bahwa ekonomi Islam adalah solusi yang tepat atas kegagalan ekonomi, baik ekonomi sosialis, yang hanya dapat melahirkan manusia-manusia yang bermental peminta-minta dan pemalas, sehingga pada gilirannya terbukti mengakibatkan kehancuran suatu bangsa, atau ekonomi kapitalisme, yang memberikan keleluasaan mutlak atas kepemilikan tanpa dibarengi dengan asas keadilan sehingga menciptakan kemiskinan di berbagai belahan dunia.
Perkembangan Ekonomi Islam
Banyak orang awam mengira bahwa ekonomi islam adalah sesuatu baru yang muncul beberapa dekade yang lalu sebagai ekonomi solusi dari ekonomi sosialis yang tidak popular dan ekonomi kapitalis yang sarat ketidakadilan. Padahal, ekonomi islam sudah mulai berkembang berabad-abad sebelum aliran ekonomi klasik yang diusung olah Adam Smith muncul. Secara garis besar terdapat tiga tahap perkembangan ekonomi islam:
Masa Pertumbuhan dan Keemasan (450 M -1500 M)
Masa pertumbuhan terjadi pada awal masa berdirinya negara Islam di Madinah. Kemudian setelah terjadi beberapa perkembangan dalam kegiatan ekonomi, para ulama mulai meletakkan kaidah-kaidah bagi dibangunnya sistem ekonomi Islam di sebuah negara atau pemerintahan. Kaidah-kaidah ini mencakup cara-cara bertransaksi (akad), pengharaman riba, penentuan harga, hukum syarikah (PT), pengaturan pasar dsb. Banyak ulama dan ilmuwan islam membahas tentang prinsip-prinsip ekonomi islam, seperti Abu ‘Ubayd, Ibn Khaldun, al-Ghazali.
Masa Kemunduran (1500 - 1950 M)
Dalam masa ini terjadi stagnasi perkembangan ekonomi islam. Hal tersebut disebabkan dari runtuhya kekhalifahan islam yang digantikan oleh munculnya kerajaan-kerajaan Imperialis, yang mengusung ekonomi konvensional, baik itu sosialis, kapitalis, klasik, ataupun neoklasik.
Masa Kesadaran Kembali (1950 M - Sekarang)
Konsep ekonomi islam muncul kembali di tengah umat muslim setelah kegagalan ekonomi konvensional untuk membuat seluruh umat sejahtera (ditandai dengan adanya ketimpangan antar negara kaya dan negara msikin) dan juga kesadaran kembali mereka akan ketidaksesuaian ekonomi konvensional dengan prinsip-prinsip islam. Dimulai dari diselenggarakannya Konferensi International Ilmu Ekonomi Islam I di Mekkah pada Februari 1976, ekonomi islam telah dan terus berkembang secara signifikan. Perkembangan tersebut dapat dilihat dari banyaknya institusi dan produk ekonomi yang sudah bernafaskan islam (seperti perbankan, asuransi, dan pasar modal syariah, lembaga keuangan mikro syariah (BMT), sukuk, dll) di banyak negara, baik negara muslim maupun nonmuslim. Bahkan akhir-akhir ini telah dibentuk dewan zakat di regional asia tenggara.
Selain dari segi teknis penerapan, ekonomi islam juga berkembang dalam tataran akademis. Banyak forum dan konferensi internasional yang membahas tentang reformulasi ekonomi islam guna menghadapi tantangan ekonomi dunia saat ini, seperti Forum Ekonomi Islam Dunia (WIEF) yang telah terselenggara empat kali. Dengan adanya ekonom islam, ukhuwah diantara negara muslim atau mayoritas muslim terjalin dalam organisasi internasional, seperti OIC, ICCI, dan ICDT.
Dari dalam negeri, perkembangan ekonomi islam sudah dimulai sejak tahun 70-an. Namun perkembangan mulai marak pada dekade 90-an. ketika terbentuk Bank Muamalah. Di bidang praktis, ekonomi islam sudah diterapkan dalam banyak institusi, pasar, dan instrumen ekonomi. Hadirnya prinsip-prinsip islam di tengah ekonomi Indonesia telah terbukti mendukung sektor riil dan membawa angin segar bagi perekonomian.
Sedangkan dalam tataran akademis, ekonomi islam telah berkembang secara signifikan. Terbukti dari terbentuknya organisasi IAEI, yang terus melakukan kajian-kajian serius seputar perkembangan ekonomi Islam, dan juga dari dibukanya prodi ekonomi islam di beberapa universitas serta kuliah-kuliah informal ekonomi islam di beberapa perguruaan tinggi, termasuk di kampus kita tercinta. Uraian diatas adalah sekilas mengenai ekonomi islam, bagi yang berminat untuk lebih memahami ekonomi islam dapat mengunjungi perpustakaan SEF atau mengikuti kuliah informal ekonomi islam (KnKEI) apabila nanti telah dibuka. (Yanuar)
No comments:
Post a Comment