Wednesday, October 29, 2008

Bank Syariah Lebih Adil

Saat ini kita sering mendengar dan akrab dengan perbankan syariah. Sebuah institusi keuangan yang menjalankankan fungsinya dengan berlandaskan syariah islam. Berbeda dengan tiga tahun yang lalu misalkan, mungkin diantara kita masih asing dengan institusi ini bahkan kalaupun sudah mengenal, tidak jarang yang menyangsikan akan keberadaannya. Namun yang jelas bahwa keberadaan perbankan syaariah sampai saat ini masih terus tumbuh dan berkembang hingga ke pelosok negeri dengan berbagai macam fasilitas yang ditawarkan.


Fungsi utama perbankan secara keseluruhan adalah sebagai lembaga intermediasi yang memfasilitasi pembiayaan bagi para nasabah yang memiliki peluang untuk maju dengan cara mengumpulkan dana dari para aghniya (orang kaya) untuk menempatkannya di bank. Tak lain halnya dengan perbankan syariah, justru fungsi ini lebih menonjol dari perbankan konvensional. Upaya untuk memutarkan dana dari pra aghinya kepada para calon aghniya (nasabah) sangat sesuai dengan firman Allah surat al Hasyr ayat 7 : ”supaya harta itu tidak hanya berputar diantara orang-orang kaya diantara kamu sekalian.” Dari potongan ayat tersebut sangat jelas bahwa Allah menganjurkan tentang sebuah mekanisme distribusi kekayaan diantara manusia dan fungsi ni dilaksanakan oleh perbankan (bank syariah).


Kekhasan Bank Syariah


Meskipun bank syariah sudah bukan merupakan barang asing lagi bagi kita, tetapi bisa jadi hakikat atau prinsip kerja bank terutama yang berkaitan dengan pembiayaan (kredit dalam konvensional) masih belum dipahami secara luas. Dalam beberapa kesempatan dalam seminar-seminar ataupun dalam praktek keseharian, acapkali difahami bank syariah hanyalah pembahasa arab-an istilah-isltilah konvensional. Seperti istilah bunga diganti dengan bagi hasil, istilah kredit diganti dengan pembiayaan, dsb. Apakah demikian halnya?


Mari kita sedikit mengkaji terkait dengan kekhasan bank syariah dari sisi produk pembiayaan. Secara garis besar perbankan syariah mempunyai tiga model pembiayaan yang ditawarkan kepada masyrakat. Pertama pembiayaan dengan model jual beli. Kedua, pembiayaan dengan model sewa-menyewa. Dan yang ketiga adalah pembiayaan dengan model partnership (musyarakah dan mudharabah) (bagi hasil). Berikut ilustrasi dari masing-masing model pembiayaan; model pembiayaan jual beli dapat dilaksanakan misalnya ketika sesorang ingin membeli sepeda motor sedangkan uangnya masih belum cukup. Kemudian orang tersebut memasukkan dananya sebagai urbun (uang muka) dan mengajukan pembiayaan kepada bank syariah untuk dibelikan sepeda motor dengan spesifikasi yang telah ditetapkan. Setelah itu bank akan membeli barang sesuai dengan pesanan dan menjualnya kepada nasabah yang pembayaran dari nasabah tersebut dilakukan secara angsuran.


Hampir sama dengan model pertama, model pembiayaan yang berprinsip sewa menyewa terjadi apabila ada nasabah yang mengajukan pembiayaan kepada bank syariah dengan keperluan untuk menyewa took, rumah atau tanah,dsb. Kemudian jika disepakati maka bank syariah akan menyewa tempat yang dimaksud dengan pembayaran cash sehingga bank memiliki manfaat atas barang yang kemudian disewakan kepada nasabah dengan pembayaran cicilan. Untuk model pertama dan model kedua bank syariah menentukan tingkat keuntungan tertentu yang disepakati pihak bank dan pihak nasabah sehingga besaran angsuran akan sama pada setiap bulannya.


Model pembiayaan yang ketiga adalah model pembiayaan partnership (musyarakah dan mudharabah) atau kerjasama. Model pembiayaan ini adalah model pembiayaan yang paling ideal dalam perbankan syariah. Dikatakan ideal karena model pembiayaan ini khusus untuk kegiatan usaha atau aktivitas yang produktif. Dan kesanalah aktivitas perbankan syariah diarahkan, agar masyarakat terfasilitasi untuk berkarya dan bekerja secara produktif hingga menghantarkan kepada kesejahteraan pribadi yang pada gilirannya akan menyebar kepada lingkungan sekitarya. Lalu bagaimana praktik ideal pelaksanaan pembiayaan model partnership (musyarakah dan mudharabah) ini?Berikut sedikit ilustrasinya; misalkan pak ahmad adalah seorang pengusaha roti lapis legit. Dalam perjalanan bisnisnya selama 3 tahun ia menekuni pekerjaan tersebut, ternyata pemesanan terhadap produknya dipasaran sangat ramai hingga pak ahmad merasa kesulitan untuk melayani karena kekurangan alat serta modal untuk memenuhi permintaan pasar. Kemudian pak ahmad datang ke bank syariah untuk mengajukan pembiayaan. Dari pengajuan tersebut, perbankan akan merespon dengan melakukan pengecekkan dan analisa kelayakan usaha.


Setelah dilakukan studi kelayakan oleh bank dan ternyata permohonan kerjasama pembiayaan tersebut disepakati, maka bank akan mengucurkan dana kepada nasabah sebagai bentuk partnership (musyarakah dan mudharabah) (kerjasama). Dari kejasama yang dilakukan ini bank syariah berhak mendapatkan manfaat berupa keuntungan sebesar prosentase tertentu dari pendapatan atas usaha yang dilakukan. Besarnya nisbah merupakan hasil dari kesepakatan antara bank dengan nasabah. Misalnya antara bank dengan pak ahmad telah bersepakat untuk membagi pendapatan atas usaha dengan nisbah (proporsi) 45 : 55. Maksudnya adalah pada setiap bulannya 45% pendapatan adalah hak dari bank dan sisanya 55% dari pendapatan adalah haknya pak ahmad. Misalnya pada bulan pertama pak ahmad mendapat penghasilan sebesar Rp. 5000, 00 maka Rp. 2250,00 adalah hak dari bank sedangkan sisanya Rp.2750,00 adalah hak dari pak ahmad. Jika ternyata bulan kedua ternyata pak ahmad mendapat order sangat banyak karena sedang musim perikahan sehingga pendapatan bulan kedua sebesar Rp. 10000,00 maka yang menjadi dari hak bank adalah sebesar Rp. 4500,00 dan sisanya hak pak ahmad. Ternyata bulan ketiga masuk bulan ramadhan, dan terjadi penurunan pemesanan akibat adanya puasa. Sehingga bulan ketiga pendapatan pak ahmad turun menjadi Rp. 4000,00 maka hak dari bank adalah sebesar Rp. 1800 dan Rp. 2200 adalah hak dari ahmad.


Jika dilihat dari ilustrasi diatas Nampak sekali pendapatan bank tidak flat/tetap. Pendapatan bank juga akan menyesuaikan dengan tingkat pendapatan yang dapat diperoleh nasabah pada bulan tersebut. Mekanisme pembiayaan ini merupakan mekanisme yang paling adil. Dikatakn adil karena mekanisme bagi hasil merupakan mekanisme yang membela dua pihak. Saat nasabah sedang mendapatkan rizki yang melimpah, maka bank syariah juga mendapatkan manfaat yang berimbang. Namun jika bisnis nasabah sedang lesu maka bank syariah-pun juga akan menyesuaikan. Hal ini mengingat perjalanan bisnis mempunyai tiga keadaan. Yaitu untung, rugi dan impas. Tidak mungkin bisnis dijalani akan untung terus ataupun rugi terus, akan tetapi ia sangat fluktuatif. Disinilah letak dari kekhasan bank syariah yang lebih humanis (manusiawi) dibandingkan dengan mekanisme diluar syariah.


Kendala – Kendala


Sungguh luar biasa mekanisme syariah dalam bagi hasil ini. Sebuah sistem yang win – win solution, tidak ada yang dirugikan. Namun apakah perjalanan dari mekanisme bagi hasil ini telah berjalan secara sempurna? Ternyata sistem ini tidak serta merta berjalan mulus. Setidaknya terdapat dua kendala dalam praktek pelaksanaan pembiyaan pola partnership (musyarakah dan mudharabah) yaitu kendala teknis dan kendala mentalitas. Secara teknis kendala itu terjadi manakala nasabah tidak memiliki catatan laporan keuangan sehingga tidak dapat diketahui secara pasti besaran pendapatan. Sehingga pembagian nisbah tidak dapat dilakukan secara konsisten. Kendala berikutnya adalah kendala mentalitas, dimana mindset sebagian besar dari kita masih terkonsep dengan bunga. Sehingga ketika nasabah mendapat pendapatan besar, dia merasa sangat berat untuk membagikan hasil yang sesuai dengan proporsi sehingga cenderung untuk tidak melaporkan hasil secara terbuka. Dan kendala yang kedua ini yang membutuhkan proses lama untuk dapat menyelesaikannya. Alla kuli hal, persoalan ini selesai ketika edukasi ekonomi syariah sudah bisa dipahami. Tugas berat bagi perbankan syariah yang tidak melulu berfikir bisnis tapi juga sosialisasi ekonomi syariah ke masyarakat. Wallahua’lam



M. Dikyah Salaby Maarif dan Edo Segara

Saturday, October 25, 2008

Who Are The Agents of Change?


Mungkin bagi sebagian kita kalimat berikut sudah basi atau tidak luar biasa lagi.
"Bawakan aku sepuluh pemuda dan aku akan menggoncang dunia."
Kalimat itulah --maaf kalau redaksinya keliru-- yang pernah menggemparkan Indonesia dengan membakar semangat perjuangan para pemudanya. Kalimat itulah yang membuat nyali para penjajah menciut kusut. Kalimat itulah yang menjadi awal pengambalian rasa percaya diri Bangsa Indonesia. Ya, kalimat itu diucapkan dengan lantang oleh Bapak Proklamator kita, Soekarno.

Yakinlah bahwa ia mengatakannya tidak semata-mata karena ia adalah seorang presiden, akan tetapi berdasar atas keyakinannya bahwa yang bisa memperbaiki keadaan dan yang diandalkan untuk melakukan perubahan adalah KAUM MUDA.

Keberadaan kaum muda sedikit banyak menimbulkan warna dalam perjalanan "karir" suatu bangsa. Di Irak, Afganistan, dan Pakistan tentara Amerika takut terhadap aksi anarki dan bom bunuh diri dari gerilyawan yang hampir semuanya terdiri dari kaum muda setempat. Di Jepang perdana menteri terpilih karena dianggap keren oleh sebagian besar anak muda negerinya. Di masa awal dakwah terang-terangan Nabi SAW, yang ada di garda depan barisan dakwah bersama Nabi SAW adalah para pemuda Muhajirin. Semua tentang kaum muda. Pergerakannya, penentangannya, pemberontakannya, perubahan yang ditimbulkannya.

Saat ini...?

Ya! Dunia sebentar lagi (Atau mungkin sudah sejak dulu) dikuasai oleh kaum muda, secara langsung atau tidak, sadar atau tidak.

Ada istilah "The Agents of Change". Entah siapa yang pertama memperkenalkan istilah ini. Yang jelasnya, sangat logis jika kita, para kaum muda, menjadi "dalang" atas semua perubahan yang akan terjadi. Kita bisa melihat sekarang bahwa kaum muda negeri ini sudah mulai "menggeliat" mencari celah untuk memperbaiki bangsa. Atau belum?

Yang jelasnya, apa yang kita fikirkan sebagai kaum muda saat ini adalah bentuk ekspresif kita atas penggunaan potensi yang balum terbatas dan fikiran yang masih seluas cakrawala.

Tidak usah buru-buru untuk mengubah dunia, karena belum tentu diri kita siap. Tidak perlu hal-hal besar yang kita kejar. Hal-hal kecil di kampus, di komunitas, bahkan di kos-kosan bisa menjadi ladang kita untuk menjadi agents of change.

Kita menganggap diri kita aktivis, itu tidak salah. Tapi, apakah dengan begitu kita sudah puas? Apa parameter yang kita pakai untuk memasang label "aktivis kampus" pada diri kita? Perubahan apa yang telah kita buat?

Satu ungkapan oasis dari Kahlil Gibran: "Orang yang maju bukanlah yang memperbaiki apa yang ada sekarang, akan tetapi yang menggapai apa yang belum ia harus gapai."

Jangan menunggu esok untuk berbuat baik. Jangan menunggu orang lain untuk melakukan perbaikan. Bukankan ibadah yang disegerakan itu yang paling mulia?

Sebenarnya, apa yang menjadi kekhawatiran sebagian dari kita selama ini adalah (hanya) menganggap bahwa ini adalah hal yang "sepele", yang hanya dilakukan pada saat kita "mood", yang menganggap bahwa "ah, orang lain pasti sudah melakukannya dan aku tidak usah.".

Sobat, satu logika sederhana yang pernah diucapkan oleh anak SD.
"Bukankan dua otak lebih baik daripada satu otak?"

Bersama-samalah. Bekerja samalah!


Seorang pemimpin sekelas Soekarno sekalipun masih bisa diculik dan diasingkan oleh sekelompok pemuda. Ya, SEKELOMPOK pemuda. Bukan satu pemuda. Merekalah Chairul Saleh cs, pemuda-pemuda yang yakin akan tekad dan keyakinan mereka, berbuat sesuatu walaupun dianggap nekat oleh orang-orang. Sekarang kita bisa menganal mereka, menemukan nama-nama mereka di buku-buku sejarah, di arsip nasional, bahkan di tugu-tugu kota seantero bangsa. Itu hanya karena mereka yakin bahwa mereka bisa membawa perubahan.

Janganlah berkilah bahwa kita tidak bisa seperti mereka hanya karena kita berada di masa yang berbeda! Karena esok juga akan seperti itu, seperti 65 tahun silam.

Perubahan yang ada saat ini belum cukup untuk membuat kita hidup puas dan bebas sambil tersenyum bangga 10 tahun dari sekarang. Belum cukup untuk menghapus air mata Ibu Pertiwi, apalagi di sisi-Nya, yang mengajarkan kita untuk selalu menjadi makhluk yang lebih baik setiap hari!


Bismillah, maka inilah awal perubahan kita. Self Revolution for Life.

[fandy/afsee.blogspot.com]


Tuesday, October 21, 2008

Berdakwah dengan pena....

Ada banyak jalan yang kita pilih dalam mendalami arti pencarian jati diri. Kadang kita harus bergolak riang dengan segala ujian kebahagiaan dan pujian. Tapi juga kadang kita diajarkan bersabar dengan ujian dan musibah. Semua itu mengajarkan kita untuk menyikapi sesuatu dengan cara yang benar, tidak merepotkan, dan mendatangkan faedah.


Allah mengajarkan kita untuk bertafakkur, mencari arti dari semua yang terpindai oleh penglihatan kita, semua yang tercetak dalam fikiran kita. Ber-tafakkur, Allah menyuruh kita.
Apakah Allah hanya memerintahkan tanpa memberi petunjuk tentang bagaimana melakukannya? Coba fikirkan lagi!


Sekarang, coba kita kembali mempelajari arti tafakkur itu. Dalam surah Ali Imran ayat 189-190 Allah berfirman: "Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi dan pergantian malam dan siang terdapat tanda-tanda bagi mereka yang berakal, (yaitu) yang mengingat Allah pada saat dia berdiri, duduk, dan bahkan tidurnya. Dan yang memikirkan tentang penciptaan langit dan bumi." (Q.S Ali Imran 189-191)
Maka itulah caranya! cara untuk menjadi orang yang terus-terusan mengingat Allah dengan memanfaatkan nikmat fikiran yang dkaruniakan oleh-Nya.



Sekarang, apakah sesederhana itu? Tunggu dulu.... Allah tidak akan mengajar kita secara setengah-setengah. Allah akan memberikan petunjuk dan imbalan yang sesuai. Perhatikan ayat berikut ini:
" ..., bacalah dengan nama Tuhanmu Yang Mulia. Yang mengajar manusia dengan pena (kalam). Dia mengajarkan menusia apa yang tidak diketahuinya." (Q.S Al Alaq 3-5)
Apakah ini bentuk keadilan? Ya, Dia Maha Adil!



Kita diperintahkan untuk belajar, bertafakur dengan membaca alam, serta menulis.
Pena
yang menjadi benda yang pertama diajarkan oleh Allah kepada kita, akan menjadi alat bagi kita untuk belajar setelah kita berhasil mengeksplorasi dengan membaca (Iqra).


Nah, sekarang kita menyadari bahwa ada beberapa petunjuk khusus yang diberikan oleh Allah SWT dalam menjalani kehidupan dengan mengejar kesuksesan. Seperti halnya Allah mengajarkan kita perniagaan dengan usaha yang disebutkan dalam Al Quran, Allah juga mengajarkan kita untuk menulis dan membaca sebagai satu-satunya cara untuk mengembangkan ilmu.


Maka, beruntunglah orang-orang yang saat ini menjadi penulis untuk kehidupan. Entah untuk kesenangan pribadinya, atau untuk menjalankan perintah vital dalam Islam, Ibadah dan dakwah.
Hal-hal kecil yang terjadi dalam tiap hari yang kita lewati, itulah yang akan menjadi bibit munculnya hal-hal besar, prestasi-prestasi luar biasa. Tulislah itu semuanya.
Biarkan kertas dan licinnya tinta mengantarkan pesan hati kita. Biarkan lipatan buku mengantarkan pesan kita kepada makhluk-Nya yang lain.



Biarlah prestasi kita ini yang mengatakan kepada dunia bahwa, Kita adalah salah satu hamba yang berhasil menggunakan ajaran Allah



Ayo menulis! [Fandi Sido, diambil dari posting di SELF REVOLUTION www.afsee.blogspot.com]